IBADAH YANG SEJATI
TEKS: Roma 12:1
Karena
itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu
mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang
berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
Roma 12 : 1 adalah konklusi dari kitab
Roma 1-11. Seperti kita ketahui bahwa penulisan surat atau Alkitab secara umum
tidak memiliki pasal dan ayat. Pembagian pasal baru sekitar abad – 13 M dan
pada abad ke – 16 M pasal dibagi lagi menjadi ayat-ayat. Pasal 1-8 berisi
kebaikan Allah atas orang yang bukan Yahudi, yang disebut sebagai Bar-bar dan
Kafir. Namun Allah dalam karya keselamatan, pertolongan, dan perlindungan-Nya
telah menjadikan kaum kafir menjadi keluarga Kerajaan. Perlakuan yang sama juga
diterima oleh orang Yahudi yang secara khusus di bahas dalam pasal 9-11.
Sebab itu bagian pertama dari ayat ini
adalah “demi kemurahan Allah”, sebuah encourage dari Paulus mengingat apa yang
Tuhan lakukan kepada setiap manusia. Kalau biasanya menasehati orang dengan
nada negative – contoh jika anak susah belajar, maka kita akan menasehati
dengan kata pendahuluan: “mau jadi apa kamu, sekarang belajar biar pintar” –
maka Paulus justru meng-encourage jemaat agar memiliki ibadah yang sejati
karena Allah telah bermurah hati. Ya, karena kemurahan Allah inilah para
pemercaya harus beribadah dengan benar, bukan karena takut tidak selamat
sehingga menjadi penghuni neraka, atau takut doanya tidak dijawab Tuhan atau
ketakutan yang lainnya. Hanya demi kemurahan Allah saja ibadah kita memiliki
label “sejati”.
Bagian selanjutnya, kata “menasehati
kamu”. Dari struktur bahasa Yunani, kata ini menggunakan bentuk orang pertama,
tunggal, waktu sekarang ( present ), aktif, dan indikatif (dalam NSAB memakai
kata urge) berarti sebuah permintaan yang bersifat mendesak, juga secara
pribadi, yang langsung dibacakan dan berlaku bagi semua pendengarnya.
Bagian 3 dari ayat ini adalah:
“Persembahkanlah tubuhmu”, kata mempersembahkan berasal dari kata παραστησαι (parastesai), jenisnya
kata kerja Infinitif dengan
kala (tense) Aoris Aktif. Ini berarti mempersembahkan tubuh bukan hanya
sekali, tetapi sekali untuk selama-lamanya. Ini juga berarti para pemercaya
harus mengikatkan diri, memperbudakkan diri, menundukkan diri kepada Allah yang
disembah selalu dan selama-lamanya. Saat Musa hendak membawa orang Israel dari
tanah Mesir, alasan utama adalah mempersembahkan korban. Firaun keberatan
karena Israel sedang berada dalam perbudakan penguasa Mesir. Firaun memaknai
persembahan korban (Zevakh) yang dilakukan Musa dan Israel sebagai pembrontakan
karena Musa dan Israel hendak memperbudakkan diri kepada Tuhan, dan bukan lagi
kepada penguasa Mesir. Kualitas παραστησαι
(parastesai) di sini harusnya memiliki kualitas
korban (Zevakh) yang dimaksudkan Musa.
Bagian Persembahkanlah
tubuhmu harus dengan kualitas “persembahan yang hidup (Zosan) yang berarti
hidup, tidak mati, tidak terbunuh. Ini tidak lepas bahasan Roma pasal 7. Di
sana Paulus mengungkapkan kematian tubuh karena manusia mewarisi dosa Adam dan
Hawa. Hanya karena Roh Allah sajalah manusia kembali memperoleh kehidupan yang
sejalan dengan kehendak Bapa. Persembahan yang hidup berarti bukan manusia
lama, tetapi manusia yang sudah diperbaharui oleh Roh Allah. Sehebat apapun
usaha manusia berbuat baik ternyata tidak sanggup memenuhi kriteria persembahan
yang benar sebagai ibadah yang sejati. Hidup juga berarti dinamis, terus
bergerak, tidak diam. Paulus memberikan kualifikasi pelayan Tuhan adalah mereka
yang memiliki roh yang menyala-nyala. Bukan melayani agar roh menyala-nyala,
tetapi roh harus menyala-nyala agar bias melayani Tuhan, itulah persembahan
yang hidup.
Kualitas persembahan agar memenuhi
Ibadah yang sejati adalah kudus (hagian): murni, tanpa noda, disendirikan.
Pernyataan ini seirama dengan persembahan yang hidup, karena manusia lama kita
adalah manusia dosa, sedangkan Allah menghendaki persembahan harus kudus dan
hidup yang dikuduskan oleh roh setelah manusia lahir baru karena percaya kepada
pengorbanan Kristus. Korban seperti inilah yang berkenan (euareston: berkenan,
tanpa cacat) kepada Allah. Berkenan berarti sesuai dengan kehendak Allah, itu
hanya terjadi jika tubuh kita hidup dan dipimpin Roh Allah. Lawan kata berkenan
adalah dosa (hamartia: meleset dari sasaran). Dosa tidak hanya ketika kita membunuh
atau mencuri, dosa bias kita lakukan jika hidup kita tidak sesuai dengan
rancangan dan konsep ketika kita dijadikan Allah. Sebagai contoh sederhana,
orang tua banyak membuat anak-anaknya jatuh dalam dosa ketika mereka dituntut
untuk memperoleh nilai “bagus” saat ulangan. Sasaran ulangan sebenarnya adalah
evaluasi dari guru agar mengetahui daya serap anak didiknya, tetapi anak
berusaha mendapat nilai bagus karena bagi orang tua ulangan berarti ukuran
prestasi. Akibatnya anak-anak berusaha mendapat nilai bagus dengan berbagai
cara, yang penting terhindar dari omelan orang tua.
Bagian terakhir
adalah “Ibadah yang sejati”. Menarik bahwa kata Ibadah dalam ayat ini memakai
kata λατρειαν (latreian): Penggunaan seluruh potensi jasmani dan rohani untuk
suatu tujuan. Ibadah tidak memakai Liturya (Liturgi): Tatalaksana, Tatatertib
Ibadah. Mengacu pada kata ini Paulus menegaskan bahwa: Apapun juga yang kamu
perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk
manusia (Kolose 3:23). Dalam
ayat ini, Ibadah tidak melulu sebagai ritual (di gereja, di rumah,
Persekutuan-persekutuan) tetapi sebuah panggilan hidup dalam posisi apapun, di
manapun, dan kapanpun, hidup dengan segala problematik, kebiasaan, aktivitas
adalah ibadah. Ibadah tidak hanya hari Minggu, tetapi di kantor, pabrik,
pergaulan, rumah tangga, sekolah semuanya adalah ibadah. Penggunaan seluruh
potensi berarti mau meng-up grade diri meski sudah mumpuni. Di pekerjaan jika
hanya mengerjakan dengan cara standar, berarti sedang meleset dari rancangan
Tuhan atas pekerjaan yang adalah ibadah dan pelayanan kita. Pelayan Tuhan di
gereja yang tidak pernah belajar bukanlah melayani, tapi sekedar menjalankan
jadwal. Demikian juga pelajar yang tidak sungguh-sungguh belajar berarti tidak
sesuai sasaran, padahal belajar juga berarti Latreia. Di ayat lain Paulus
mengajak para pemercaya untuk: Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang
dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu (I Tes 5:18). Apapun
pekerjaan, posisi di pekerjaan, sesungguhnya ladang yang Allah siapkan agar
kita beribadah dan melayani Tuhan. Setia sampai akhir adalah kriteria yang
Tuhan inginkan dalam hidup kita. Setia sampai akhir bukan sekedar percaya, tetapi
para pemercaya harus bertanggungjawab sampai dengan selesai termasuk dengan
pekerjaan, posisi selama di dunia. Setia sampai akhir bukan saja saat kita
didapati sedang berlutut atau merenungkan Firman, tetapi juga berarti
menyelesaikan pekerjaan yang menjadi atnggungjawab kita dengan exelent.
Dalam Bahasa
Indonesia, ayat ini diakhiri dengan “sejati” (λογικην). Kata
Logiken/Logike dibahasakan menjadi sejati. Arti harfiahnya (logike, logika)
seharusnya masuk akal (KJV: Reasonable). Berarti Ibadah yang sejati seharusnya
Ibadah yang Masuk akal. Lalu apa hubungannya? Saya memaknai masuk akal dengan –
yang pertama – “bukan karena ketidaktahuan”. Ibadah yang sejati adalah ibadah
yang kita lakukan karena paham betul apa yang sedang kita perkatakan, lakukan,
renungkan. Jemaat ketika memuji Tuhan kadang tidak memperhatikan maknanya,
tetapi sekedar hafal atau membaca dari layar monitor. Larut dalam euphoria
sukacita di gereja, tetapi tidak sungguh-sungguh menghayati perkataan setiap
pujian. Di gereja bias gagah menyanyikan pujian: “ku kan berdiri di tengah
badai”, tetapi saat badai datang
menangis dan menuduh Tuhan tidak mengasihinya. Saat memberi persembahan
baik persembahan sukarela, perpuluhan atau lain sebagainya berharap untuk
digandakan berkatnya dengan alasan rohani, 30 kali, 60 kali atau seratus kali
lipat. Saya bercanda dengan jemaat; “kalau gandain uang itu bukan digereja pak,
tapi sama Kanjeng Dimas”. Bukan berarti Tuhan tidak memberkati, tapi masalah
itu bukan domain manusia, itu domainnya Tuhan. Manusia memberi persembahan dan
burur-buru menengok ke lumbungnya, sudah diberkati atau belum. Tuhan jauh lebih
tahu kapan kita butuh, agar kita terhindar dari perilaku hedonism.
Arti masuk akal
(sejati) yang ke dua adalah: bukan karena kebiasaan. Hari minggu ke gereja,
senin pagi bekerja, bangun tidur atau jelang tidur ada mezbah keluarga. Kadang
dijalankan karena sudah terbiasa, padahal hidup berarti roh yang menyala-nyala.
Daud bersukacita setiap ada yang mengajaknya ke rumah Allah. Jadi setiap saat
berarti semangat yang tidak ada habisnya, seluruh kegiatan apapun nama harinya,
disambut dengan semangat yang menyala-nyala karena memiliki kasih mula-mula
(Wahyu 2:4).
Kata Logike
seakar dengan Logos, untuk memahami masuk akal kita harus akrab dengan logos
(Yoh 1:1). Kesimpulannya, jika Saudara ingin memiliki Ibadah yang sejati,
akrablah dengan Firman. Semakin banyak Firman yang direnungkan dan dilakukan,
ibadah kita semakin benar dan sejati.