Tuesday 23 October 2012

PRESTASI SEPAK BOLA: WASIT VS PEMAIN



Siapapun kita pecinta bola pasti mengharapkan berprestasinya kembali Timnas, minimal seperti era 80-an, saat Timnas menembus 4 besar Asian Games. Bagi sebagian orang itu mungkin mimpi, apalagi dengan kisruhnya kepengurusan semenjak era Nurdin Halid. Tapi bagi saya lebih baik mimpi dari pada tidak sama sekali.
Terlepas dari kisruh pengurus, saya berpikir bahwa salah satu yang menghambat perkembangan prestasi adalah perwasitan di Indonesia. Saya tidak mau berpolemik masalah mafia wasit dan sebagainya, karena saya tidak paham ke dalam-dalamnya. Saya mau menyoroti apa yang terlihat saja.
Setelah bermain beberapa saat di Liga Indonesia, Noh Alamsyah pernah berkata, di Singapura mereka bermain “technically”, berbeda ketika main di Indonesia yang lebih “Phisically”. Mengapa? Karena kepemimpinan wasit yang tidak sesuai dengan standar. Pelanggaran-pelanggaran keras menjurus kasar selalu mewarnai pertandingan-pertandingan di Liga dalam Negeri. Sebab itu tidak heran jika pemain dengan status “Timnas” kadang lupa dengan peraturan dalam sepak bola. Ponaryo Astaman, Samsyul Chaerudin, dan teranyar penjaga gawang Syamsidar harus terusir dari lapangan karena dinilai melakukan pelanggaran haram oleh peraturan FIFA, sayangnya di Indonesia pelanggaran seperti itu bahkan kadang tidak menerima tegoran dari wasit.
Kepemimpinan wasit yang cenderung memberikan sikap permisif terhadap pelanggaran kasar ini membuat pemain di Liga kita tidak bisa mengeluarkan kemampuan secara maksimal. Sebab rata-rata pemain ketika mencoba bermain dengan tehnik mumpuni justru mendapat pelanggaran yang tidak seharusnya. Padahal FIFA sangat melindungi pemain. Dengan slogan Fair Play, sesungguhnya bukan saja mengaku kalah atau menang, tetapi FIFA berharap setiap pemain (profesional khususnya) menyadari bahwa mereka sama-sama mencari makan dari lapangan hijau. Cedera merupakan musuh utama. Sayangnya wasit di Indonesia kurang bisa menghargai ini. Saya berpikir jika para wasit melakukan tugasnya dengan menegakkan peraturan yang berlaku, skill pemain kita akan semakin terasah tanpa harus takut dicederai lawan.
Saran saya, pengelola liga harus berani ambil resiko! Instruksikan seluruh wasit menjalankan peraturan dengan ketat. Akan terjadi kontra, karena mungkin dalam beberapa pertandingan akan menghasilkan banyak kartu. Penting kemudian untuk menjelaskan masalah krusial ini kepada para manager dalam manager meeting. Para pelatih dan pengelola klub harus didewasakan demi kepentingan sepak bola. Kalau mereka bisa dewasa, maka para pemain mau-tidak mau harus menuruti para pengelola klub dan pelatih. Pilih wasit yang berkompeten dan berani bertindak, agar pelanggaran kasar tidak terjadi lagi.
Hal konyol lain yang disuguhkan layar kaca berkaitan dengan kinerja wasit adalah saat mengambil kepoutusan off side atau on side. Ketika wasit terus-menerus salah dalam mengambil keputusan ini, maka sangat terasa akbatnya.
Untuk pemain belakang, karena keputusan wasit yang tidak tepat ini, dalam pertandingan internasional mereka bisa kecolongan, karena biasanya dalam pertandingan nasional off side, tapi dalam pertandingan internasional on side. Akibat pemain belakang yang mengandalkan keputusan wasit ini, gawang bisa kebobolan. Lihat, beberapa kali pemain kita mengangkat tangan memberi tanda offside, tapi tidak bagi wasit. Bagi pemain depan, mereka bisa kehilangan moment. Kalau keputusan terus seperti ini, maka terobosan yang mereka lakukan sangat terbatas dan akibatnya kurang improvisasi karena takut tertangkap offside. Skill menjadi kurang mumpuni.
Sebab itu perlu revolusi dunia perwasitan agar. Siapapun yang pegang kendali perwasitan tolong diperhatikan. Kalau perlu sementara pakai wasit dari TNI atau Polri yang memang terasah mentalnya. Poles mereka agar berani mengambil tindakan tepat. Bagi pengelola klub yang biasa suap wasit, tolong bertobat deni perbaikan kualitas dan kejayaan sepak bola kita. Mungkin ada yang mengatakan kalau kesalahan itu manusiawi. Benar! Tapi kesalahan wasit kita sudah demikian parah, sampai-sampai mereka tidak dihargai oleh insan sepak bola, bahkan ada yang dipukuli. Tentu kita semua tidak menginginkan itu. Kita bermimpi memiliki wasit yang dihormati, bahkan suatu saat muncul sebagai pengadil di Piala Dunia. Jangan terus ditonjolkan kewajarannya saja, poles, latih wasit-wasit kita.

KARTU DAN KESEIMBANGAN PERMAINAN

KARTU DAN KESEIMBANGAN PERMAINAN


Salah satu yang merusak keseimbangan permainan sepak bola adalah kartu. Italia gagal ke Semifinal Piala Dunia Korea-Jepang karena dua kartu merah. Inggris gagal di piala Eropa karena Wayne Rooney terganjal kartu merah saat menghadapi Portugal. Timnas Indonesia harus menelan pil pahit 10 - 0 melawan Bahrain dan merupakan moment paling kelam sepanjang sejarah sepak bola Indonesia, setelah penjaga gawang di kartu merah pada menit-menit awal.
Meski kartu (terutama merah) tidak harus menjadi alasan kekalahan sebuah tim (apalagi dengan skor mencolok 10 - 0), namun kartu telah menjadi momok tersendiri bagi setiap pemain dan sebuah tim. Beberapa pemain, bahkan sekelas Christiano Ronaldo dengan tim sebesar Real Madrid harus mencari strategi demi menyiasati kartu, saat Ronaldo sengaja mencari kartu kuning untuk menggenapi kartu kuning ke -2, agar dalam pertandingan selanjutnya di skors sekali pertandingan dan diperbolehkan ikut dalam pertandingan yang lebih penting.
Siapapun pemain yang terkena kartu kuning pasti tampil kurang maksimal untuk menghindari kartu yang sama dalam sebuah pertandingan agar terhindar dari kartu merah, dan tim akan sangat dirugikan.
Saya berandai-andai, seandainya FIFA membuat regulasi baru berkaitan dengan kartu, tentu sangat baik, dan keseimbangan pemain, yakni 11 lawan 11 akan tetap terjaga.
Pertama, tidak ada kartu merah lagi. Permainan hanya mengenal kartu kuning. Dalam sepak bola yang sudah masuk era industry ini, kartu kuning dihargai dengan fulus. Pemain yang terkena kartu kuning dalam pertandingan akan dihukum dengan membayar denda. Kalau dua kartu, berarti denda dikalikan dua dan seterusnya. Klub juga harus membayar denda untuk pemainnya yang mendapatkan kartu, dengan demikian klub mewanti-wanti pemain agar berhati-hati dalam pertandingan.
Ke dua, tetap ada kartu merah. Tetapi dalam kasus ini bisa menerapkan hukuman seperti dalam bola basket, yakni seorang pemain yang mendapatkan kartu merah, selain denda juga harus keluar namun bisa diganti pemain lain (kecuali sudah ada tiga kali pergantian). Dengan demikian pertandingan akan tetap berjalan seru dan seimbang. Dalam asumsi kita, setiap tim yang pemainnya mendapat kartu merah, kita pasti men-judge mereka akan kalah dan pertandingan berat sebelah.
Semoga ini kelak bisa jadi bahan pertimbangan untuk sebuah game sepak bola.