Tuesday 6 December 2022

PENCAPRESAN

 

"Insyaallah tahun 2024 akan ada lagi kepala daerah perempuan, menteri perempuan, presiden perempuan juga akan ada lagi Insyaallah," sebuah kalimat yang meluncur dari mulut Puan Maharani di hadapan kader perempuan PDI Perjuangan di GOR Way Handak, Lampung Selatan, Kamis (25/8). Pernyataan ini sontak mendapat tanggapan beragam dari Yang Mulia para Netizen dan tokoh-tokoh nasional. Serangan tentu lebih banyak dibanding dengan dukungan.

Sebagaian besar mempertanyakan kapasitas mbak Puan yang kurang terlihat cemerlang. Sebagaian meragukan keterpilihannya mengingat ibu Mega saja yang saat itu dalam puncak keharumannya tidak mampu terpilih. Sementara kalangan internal PDIP mempercayai kemampuan mbak Puan karena mereka yang langsung merasakan.

Apapun perdebatan yang sedang terjadi, bagi saya statement Puan Maharani sangat bisa dipertanggungjawabkan. Saat ini tiga nama yang digadang-gadang menjadi suksesor Jokowi adalah Prabowo, Ganjar, dan Anies. Urutan ini bertahan sekian lama, namun akhir-akhir ini nama Ganjar mulai merebut posisi pertama di berbagai lembaga survey. Tidak heran jika pendukung Ganjar sangat berharap beliau diusung PDIP. Secara pribadi saya melihat medsos sesungguhnya lebih banyak diwarnai perdebatan bahkan menjurus makian pada dua kandidat: Ganjar vs Anies. Perhitungan saya nama Prabowo sudah mulai dilupakan meski memiliki peran signifikan di Kabinet saat ini. Jadi lawan terberat PDIP sesungguhnya Anies yang didukung pemilih yang kecewa dengan bergabungnya Prabowo ke pemerintahan Jokowi.

Prabowo hampir pasti kehilangan taji karena praktis kader Gerindra dan sebagian kaum Nahdliyin kalau jadi koalisi dengan PKB. Suara mayoritas Nahdliyin juga masih menunggu arahan para Kyai dan keluarga Gus Dur.

Sampai dengan saat ini, Anies masih tidak jelas nasibnya, karena kemungkinan yang paling kuat, pencalonannya hanya ditentukan poros Nasdem-PD-PKS. Sedangkan partai lain hanya menjadikannya sebagai pemanis saja. Poros KIB, Gerindra-PKB, dan PDIP jelas tidak akan mencalonkan. Hal ini diperparah yang solid kemungkinan hanya PD-PKS yang mengincar posisi cawapres. Nasdem adalah partai yang pragmatis. Setelah SP bertemu AHY banyak pihak yang berspekulasi bahwa Nasdem akan mendukung Anies-AHY. Dengan 3 partai maka Anies-AHY akan melenggang mulus. Namun saat itu SP menegaskan akan berhitung kembali, sebab Nasdem mengincar kemenangan bukan kekalahan. Dari pernyataan SP ini seharusnya dibaca keraguan SP akan kemungkinan pasangan Anies-AHY bisa memenangkan kompetisi mengingat Anies tidak pernah beranjak dari urutan 3, sementara electoral AHY juga stuck. Sementara perwakilan PKS bahkan tidak ada yang masuk nominasi electoral. Jika PKS dan Demokrat keukeuh dengan kepentingannya, koalisi perubahan tinggal wacana tanpa pernah ada realisasinya.  Jika ini terjadi maka Anies tidak akan pernah menjadi capres.

Di atas sudah saya sampaikan bahwa lawan terberat PDIP adalah Anies. Jika Anies tidak mendapat tiket, maka lawan PDIP lebih mudah dikalahkan. Disinilah Puan bisa maju karena Anies tidak turut kompetisi. Ganjar Pranowo adalah loyalis PDIP. Beliau akan siap meski tidak rela jika harus mendukung Puan. Para Ganjarist dan kelompok Jokowi akan diinstrusikan mendukung Puan. Meski tidak mungkin ditaati semua relawan, namun sangat besar kemungkinan mereka menjadi pendukung Puan. Memang ada kemungkinan Airlangga Hartarto maju, namun kemungkinan sulit untuk mengalahkan Puan. PKS-PD agak sulit mendukung Parabowo mengingat hari-hari ini mereka memaki-maki Prabowo. Stigma pengkhianat sulit untuk dilepaskan dari kepala pengasong khilafah.

Skenario PDIP akan berubah jika Anies mendapat tiket pencapresan. Puan akan menghadapi lawan berat, maka sangat mungkin Ganjar yang akan mendapat tiket dari PDIP.

Tidak heran jika Andi Arief berharap penjegalan Anies jadi issue nasional, selain kepentingan Anies yang cukup punya kans menang, juga kepentingan AHY yang coba didongkrak. PDIP tentu berusaha keras agar Anies gagal mendapat tiket agar Puan melenggang mulus.

Kita akan melihat episode lanjutannya. Siapapun capresnya, pasti memiliki nilai lebih. Yang penting kita harus mempergunakan hak pilih kita, agar mereka yang tidak cinta NKRI tidak mendapat tempat untuk berkuasa. Semoga.

 

SEMOGA MASIH ADA KEAJAIBAN UNTUK KE-INDONESIA-AN

 

Beberapa waktu yang lalu kita dibuat tertawa dengan logika bodoh dari petinggi sebuah partai. Menurutnya ada penguasa yang akan menjegal pencapresan salah satu tokoh idaman kaum kepala terbalik. Meski saya harus kagum karena kemampuannya memancing perhatian public, sehingga kaum pro dan kontra harus bersuara. Sebagai seorang politisi senior tentu sudah mahfum dengan jegal-menjegal di arena perpolitikan. Jangankan antar partai, dalam internal partai sangat sering kita dengar. Harun Masiku caleg PDIP yang lama dididik PD berusaha menggeser Riezky Aprilia, Anis Matta ditendang dari posisi pucuk pimpinan PKS, Anas Urbaningrum terpaksa meringkuk di penjara karena tidak taat kepada “sang pemilik” PD, Muhaimin Iskandar yang menjegal Gus Dur/Yenni Wahid dan banyak penjegalan ketum partai yang berujung KLB. Mahfud MD pernah merasakan penjegalan, Megawati dihambat dengan PT 20% dan aturan pencapresan harus S1 walau penjegalan itu gagal. PDIP sebagai pemenang pemilu 2014 juga dijegal untuk menjadi ketua DPR lewat UU MD3 secara mendadak dan masih banyak lagi.

Sekali lagi saya kagum dengan kepaiwaian sang politikus mengaduk-aduk kebatinan bukan saja para kaum kepala terbalik, tetapi juga mereka yang kontra. Entah doktrin seperti apa yang diberikan, sehingga kaum kepala terbalik begitu cepat mempercayai apabila ada berita yang menyerang rezim saat ini walau sulit diterima akal sehat, atau sebenarnya bukan barang baru dalam hal politik. Juga mengherankan mereka tidak melihat dengan mata yang jelas siapa pembawa kabar itu. AA sangat viral dengan peristiwa Narkoba dan kondom bergerigi serta saksi suap bupati PPU, sehingga sebagai mantan (mungkin sudah berhenti) pemakai harusnya bisa jadi tolok ukur. Saya jadi teringat bagaimana seorang RG yang mengaku dirinya sebagai Atheis justru mendapat mimbar di sebuah masjid, sementara mereka memaki wapres yang jelas mantan ketum MUI. Setelah Pilkada 2017, suasana kebatinan masyarakat sungguh mengalami ujian seirus. Kaum kepala terbalik memang sulit untuk dipahami. Bagaimana mereka menghujat pemegang medali emas ganda putri karena tidak berhijab, tetapi tidak komentar pada Mutiara Baswedan yang juga tidak berhijab. Agama dan aksesoris agama hanya bermasalah jika beda pilihan politik.

Sayangnya media mainstream memberikan panggung isu recehan ini yang kemudian ditanggapi oleh kaum kontra. Sehingga seolah-olah penjegalan ini merupakan sebuah kejadian “tidak wajar”atau sebuah skandal besar yang tentu dilahap secara rakus oleh kaum kepala terbalik. Isu ini menjadi sebuah pembenaran kalau kaum kepala terbalik makin marah dan memaki presiden.

Sebagai kaum awam saya sulit meski hanya sekedar membayangkan, bagaimana dua kutub ini bisa kembali merajut kebangsaan. Gap yang terpampang sudah sedemikian lebar. Namun sebagai seorang anak bangsa yang memiliki TUHAN tentu tetap memiliki pengharapan, bahwa akan ada saatnya bangsa ini kembali dapat bersama. Bagi saya, nama Indonesia ini ajaib. Bagaimana tidak, Sumpah Pemuda yang dihadiri oleh pemuda berbagai daerah sepakat memakai nama Indonesia, berbahasa juga Indonesia. Padahal waktu itu lebih banyak pemuda Jawa yang menghadiri. Indonesia juga secara ajaib disatukan dengan Pancasila secara khusus pasal pertama. Dalam penetapan itu sesungguhnya lebih banyak kaum muslim bahkan para ulama yang hadir, namun rela mencoret kata: Menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya, demi terwujudnya ke-Indonesiaan. Selain tentu badai kembalinya NICA dalam perang kemerdekaan, pembrontakan dalam negeri, sampai demo angka cantik yang konon diikuti oleh 3 juta, lalu direvisi 7 juta, dan mungkin akan direvisi lagi menjadi 13 juta demi sebuah angka cantik.

Mungkin pemerintah bisa mengembalikan berbagai upacara peringatan hari Nasional seperti dulu, mendidik generasi muda mengenal perjuangan dan memupuk rasa nasionalisme. Pengibaran wajib bendera merah-putih pada hari-hari tertentu. Mengembalikan baju seragam sekolah tanpa harus melalui pemaksaan, namun menindak tegas pemaksaan aksesoris agama tertentu di sekolah-sekolah negeri. Itu hanya bisa dilakukan jika Pemerintah memiliki kemauan dan keberanian. Hal-hal ini mungkin hanya seremonial, saya percaya banyak hal lain yang bisa dilakukan (sayang tidak terpikir oleh kaum seperti saya), namun hal seremonial ini lama-kelamaan akan membangkitkan nilai-nilai kebangsaan lebih baik lagi. Semoga.