Wednesday 30 January 2013

YUDAISME DAN ZIONISME


            Hampir semua orang di dunia ini nyaris tidak bisa membedakan antara Yudaisme dan Zionisme. Semua kaum awam pasti sepakat bahwa Yudaisme dan Zionisme adalah orang Yahudi atau Israel. Keduanya memang berakar dari Israel tetapi memiliki pemahaman yang sangat berbeda.
            Kita mulai dari Yudaisme. Yudaisme adalah orang-orang Yahudi/Israel yang mendasarkan keyakinan mereka murni kepada Taurat. Menurut Rabbi Aharon Cohen (Possted by Hazig in al-Islam) pandangan Yudaisme didasarkan kepada aspek sejarah dan keyakinan bahwa Tuhan berdaulat atas hidup mereka. Segala sesuatu yang mereka alami semua berdasar takdir dari JHWH. Bagi mereka agama ini sepenuhnya merupakan jalan hidup yang menunjukkan bagaimana hidup ini demi Tuhan. Agama itu mempengaruhi setiap aspek kehidupan dari buaian sampai kematian. mereka diajar bahwa agama itu sampai kepada generasi ke generasi melalui wahyu sebagaimana diterangkan dalam Taurat lebih kurang tiga ribu lima ratus tahun yang lalu yakni saat-saat orang Yahudi itu ada. Semua persyaratan keagamaan baik praktik maupun filosofis ditetapkan dalam Torah dan hukum yang luas berupa Ajaran Lisan yang disampaikan kepada mereka dari generasi ke generasi. Sebagaimana telah diutarakan, agama mereka merupakan jalan total kehidupan yang mencakup setiap aspek kehidupan. Satu ruang lingkup dari agama Yahudi ialah bahwa karena mudah terpengaruh oleh kondisi-kondisi tertentu, Mereka dijanjikan sebidang tanah, Tanah Suci, yang sekarang dikenal dengan Paleslina, tempat untuk mereka tinggal dan melaksanakan berbagai kegiatan demi Tuhan.
            Sebelum saya masuk lebih jauh lagi, saya ingin mengutarakan sesuatu yang amat mendasar untuk memahami perbedaan antara Judaisme dari Zionisme. Umumnya bangsa-bangsa  memahami bahwa suatu bangsa sebagai orang-orang tertentu yang hidup di wilayah tertentu. Wilayah itu penting bagi identitas bangsa tersebut. Mereka mungkin atau tidak mungkin mempunyai agama, akan tetapi agama itu bersifat immaterial bagi identitas bangsa itu. Konsep Yahudi ortodox tentang kebangsaan, bagaimanapun juga adalah suatu bangsa tertentu dengan agama tertentu. Agamalah yang membentuk identitas bangsa. Mereka mungkin memiliki tanah atau tidak; tanah itu bersifat immaterial bagi identitas bangsa Yahudi itu. Jangan heran kalau di Iran saja kaum Ortodoks tidak mau pindah ke Israel.
            Saya sudah sebutkan bahwa menurut Taurat, orang Yahudi diberi tanah dengan syarat-syarat tertentu. Pada dasarnya syarat-syarat itu ialah bahwa mereka harus menjunjung tinggi standar moral, etika, dan agama. Selama lebih kurang dua ribu tahunan orang Yahudi berada di negara pengasingan diperintahkan oleh Yang Maha Kuasa, sebab mereka tidak menjaga standar yang diharapkan dari mereka. Situasi pengasingan itu adalah situasi yang ada hingga hari ini. Hal ini merupakan bagian mendasar dari keyakinan untuk menerima dengan ikhlas ketentuan Yang Maha Kuasa dan bukan untuk berusaha dan berperang melawannya atau mengakhirinya dengan tangan mereka sendiri.
            Sekarang kita lihat Zionisme. Zionisme merupakan gerakan Yahudi Internasional. Istilah zionis pertama kali dipakai oleh perintis kebudayaan Yahudi, Mathias Acher (1864-1937), dan gerakan ini diorganisasi oleh beberapa tokoh Yahudi antara lain Dr. Theodor Herzl dan Dr. Chaim Weizmann. Dr. Theodor Herzl menyusun doktrin Zionisme sejak 1882 yang kemudian disistematisasikan dalam bukunya "Der Judenstaat" (Negara Yahudi) (1896). Doktrin ini dikonkritkan melalui Kongres Zionis Sedunia pertama di Basel, Swiss, tahun 1897 (Wilkipidea bebas Bahasa Indonesia). Menurut Bambang Harimurti (Pemimpin redaksi Tempo), orang Israel sangat trauma dengan genocide. Tentu kita masih ingat sejarah di Mesir, zaman Ester, penjajahan Romawi (pembantaian anak-anak oleh Herodes pada Kelahiran Yesus) sampai jaman Hitler. Kegerakan Zionisme awalnya ingin mendirikan negara sebagai bentuk kedaulatan Israel di Afrika, lalu dipindahkan ke Palestina setelah mendapat dukungan Inggris dan Perancis. Dan wilayah Israel bertambah luas karena perang 6 hari tahun 1967. Perang ini sendiri terjadi karena Mesir yang tidak puas dengan kekalahan peperangan tahun 1948 dan 1956 mengajak masyarakat Arab untuk memerangi Israel. Mendengar akan diserang, Israel yang trauma dengan pemusnahan bangsa segera mengambil tindakan atas nama menyelamatkan negara. Mesir, Yordania dan Suriah yang dibantu negara-negara Arab tidak mampu mengatasi serangan Israel.
            Keyakinan bahwa Palestina merupakan tanah yang dijanjikan inilah yang diperjuangkan. Bagi kaum Zionis, mereka memiliki hak dan itu harus diperjuangkan. Apalagi sekarang muncul gerakan Zionis religius (contoh partai Likud). Bagi kaum tua, cita-cita berdirinya Israel sudah selesai di tahu 1948. Bagi Zionis religius Israel belum selesai sampai tanah terjanji dikuasai Israel. Tidak heran jika saat ini pembangunan pemukiman di wilayah Palestina terus dilakukan.
            Itulah sekilas gambaran perbedaan Yudaisme dan Zionisme.  Yudaisme  tidak peduli dengan wilayah. Bagi mereka identitas ke-Yahudian adalah Taurat. Bagi Zionisme, identitas adalah wilayah yang harus diperjuangkan.

Friday 4 January 2013

FOKUS

Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku. (Filipi 3:13)

    Mengawali sebuah tahun biasanya seseorang mulai mengevaluasi apa saja komitmen yang sudah terlaksana dan rancangan awal tahun sebelumnya yang belum dan tidak dapat terlaksana. Sebuah evaluasi penting untuk menjadi tolok ukur rancangan di tahun selanjutnya.
    Paulus menasehati jemaat Filipi agar mereka tidak terlalu bangga dengan pencapaian-pencapaian, tetapi fokus dengan tantangan yang ada di depan. Pencapaian seseorang kadang membuat-nya menjadi terlena. Fokus kepada masa lalu membuat seseorang enggan melangkah maju, tidak bisa melihat kesempatan dan cenderung mengandalkan pengalaman. Padahal hidup itu progressive, terus mengalami kemajuan dan perbedaan jaman. Kita mengenal Paulus. Sosok Rasul yang satu ini memiliki pencapaian-pencapaian yang sangat membanggakan menurut ukuran prestasi manusiawi pada jamannya. Seorang Ibrani, berarti memiliki posisi sebagai bangsa yang dikasihi Tuhan. Warga negara Romawi, sebuah hak istimewa yang memungkinkannya bergerak bebas di jaman itu. Penganut Taurat yang tidak bercacat, sebuah cerminan moral yang tidak perlu diragukan kualitasnya. Yang lebih hebat Paulus sudah terpilih sebagai anggota Sanhendrine, sebuah dewan Mahkamah Agama Yahudi yang sangat dihormati dan memiliki akses untuk kehormatan dan kekayaan.
    Namun prestasi yang didapatnya seolah sirna ketika ia ditangkap Yesus. Kemuliaan yang dijanjikan Allah ia pahami jauh lebih hebat dari apa yang ia terima selama ini. Namun inipun tidak lantas membuatnya berhenti dalam pencapaian hidup. Ia terus maju.
    Apapun pencapaian yang kita terima di dunia ini, hendaknya tidak membuat kita melupakan panggilan yang Tuhan berikan untuk kita. Apapun bidang yang kita tekuni seharusnya menjadi ikatan panggilan Tuhan atas hidup kita. Agar kita sukses memenuhi panggilan diperlukan fokus ke depan. Prestasi masa lalu bukanlah sesuatu yang harus dibanggakan, namun menjadi penyemangat bahwa kita memiliki masa depan yang jauh lebih baik. Tentu bukan saja di alam yang akan datang tetapi juga di sini, di mana kita berdiri saat ini. Selamat mengarungi tahun 2013, WALKING BY FAITH

PSSI Terseret KPSI

Berita yang merilis bahwa BOPI mengeluarkan ijin terselenggaranya ISL menjadi hot topik beberapa hari belakangan. Memang akan sangat disayangkan jika sebuah pesta rakyat dengan segala kelebihan dan kekurangannya kalau sampai tidak jadi digulirkan. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, sepakbola mampu menyihir mereka sehingga dapat melupakan sejenak masalah-masalah yang mereka hadapi. Para lansia-pun tertolong daya ingatnya karena asyik menikmati tontonan dan membuat motoriknya digerakkan oleh nostalgia dan prediksi.
Namun berita baik bagi masyarakat agaknya belum juga mempengaruhi PSSI yang terlalu asyik berkompetisi dengan KPSI. PSSI agaknya lupa dengan salah satu tujuan utama oraganisasi sebagai Pembina sepakbola di Indonesia. Karena ketakutan citranya semakin tercoreng, maka PSSI justru focus kepada klub-klub ISL. Beberapa hari belakangan ini PSSI mencoba merayu klub-klub ISL agar mau kembali ke yuridiksi PSSI, mau melepaskan pemainnya untuk PPA dan ironis justru berkutat dengan Persib Bandung yang justru di dalamnya sendiri belum ada kata sepakat – Farhan dan Umuh berbeda pendapat -.
Keteledoran PSSI tentang kompetisi agaknya akan mengulang musim lalu. Musim lalu mereka dipusingkan dengan tuntutan mantan IPL untuk bisa bergabung dengan kasta tertinggi sepakbola mengingat mereka pion runtuhnya rezim NH yang akhirnya menghasilkan keputusan 24 klub. Sayangnya keputusan ini tidak disetujui klub ISL yang mengakibatkan klub dibawah PSSI mengalami kekurangan persiapan akibat keputusan PSSI yang berubah-ubah. Kini permasalahan berbeda dengan focus yang sama kembali mendera PSSI yakni menghadapi klub-klub ISL.
Akibat focus yang salah ini, PT LPIS dan PSSI lupa bahwa klub-klub LPI membutuhkan kepastian. Musim kompetisi tinggal sebulan lagi, namun hanya klub-klub mapan semisal SPFC dan Arema IPL yang sudah memiliki persiapan sementara klub seperti Persiba Bantul bahkan harus memulangkan pemain yang juga belum pasti nasibnya apakah dikontrak atau tidak sampai batas waktu yang belum ditentukan. Seharusnya PSSI sudah harus focus bahkan sudah memiliki draft serta jadwal kompetisi mengingat waktu yang tinggal hitungan hari. Kalau memakai alasan karena pengelola LPIS masih baru rasanya kurang tepat, mengingat mereka sudah dua kali menggulirkan kompetisi saat masih illegal dan tahun kemarin yang sudah legal.  Apalagi kabarnya News Corp siap menjadi sponsor.
Kesalahan PSSI saat ini saya pikir karena mereka justru terseret alur permainan yang diciptakan oleh KPSI. Kalau PSSI mau konsisten, seharusnya tidak usah memusingkan ISL, jalankan saja program terutama kompetisi dengan baik mengingat kompetisi adalah corong utama federasi. Program baik atau tidaknya dinilai dari kompetisi. Dari kompetisi inilah nanti akan terasah talenta-talenta yang bias dipergunakan untuk Timnas. Jika PSSI tidak bias focus di kompetisi dan masih ikut alur permainan KPSI, mungkinkah Terbentuk Timnas yang tangguh sebagai muara semua program PSSI?