Tuesday 6 December 2022

SEMOGA MASIH ADA KEAJAIBAN UNTUK KE-INDONESIA-AN

 

Beberapa waktu yang lalu kita dibuat tertawa dengan logika bodoh dari petinggi sebuah partai. Menurutnya ada penguasa yang akan menjegal pencapresan salah satu tokoh idaman kaum kepala terbalik. Meski saya harus kagum karena kemampuannya memancing perhatian public, sehingga kaum pro dan kontra harus bersuara. Sebagai seorang politisi senior tentu sudah mahfum dengan jegal-menjegal di arena perpolitikan. Jangankan antar partai, dalam internal partai sangat sering kita dengar. Harun Masiku caleg PDIP yang lama dididik PD berusaha menggeser Riezky Aprilia, Anis Matta ditendang dari posisi pucuk pimpinan PKS, Anas Urbaningrum terpaksa meringkuk di penjara karena tidak taat kepada “sang pemilik” PD, Muhaimin Iskandar yang menjegal Gus Dur/Yenni Wahid dan banyak penjegalan ketum partai yang berujung KLB. Mahfud MD pernah merasakan penjegalan, Megawati dihambat dengan PT 20% dan aturan pencapresan harus S1 walau penjegalan itu gagal. PDIP sebagai pemenang pemilu 2014 juga dijegal untuk menjadi ketua DPR lewat UU MD3 secara mendadak dan masih banyak lagi.

Sekali lagi saya kagum dengan kepaiwaian sang politikus mengaduk-aduk kebatinan bukan saja para kaum kepala terbalik, tetapi juga mereka yang kontra. Entah doktrin seperti apa yang diberikan, sehingga kaum kepala terbalik begitu cepat mempercayai apabila ada berita yang menyerang rezim saat ini walau sulit diterima akal sehat, atau sebenarnya bukan barang baru dalam hal politik. Juga mengherankan mereka tidak melihat dengan mata yang jelas siapa pembawa kabar itu. AA sangat viral dengan peristiwa Narkoba dan kondom bergerigi serta saksi suap bupati PPU, sehingga sebagai mantan (mungkin sudah berhenti) pemakai harusnya bisa jadi tolok ukur. Saya jadi teringat bagaimana seorang RG yang mengaku dirinya sebagai Atheis justru mendapat mimbar di sebuah masjid, sementara mereka memaki wapres yang jelas mantan ketum MUI. Setelah Pilkada 2017, suasana kebatinan masyarakat sungguh mengalami ujian seirus. Kaum kepala terbalik memang sulit untuk dipahami. Bagaimana mereka menghujat pemegang medali emas ganda putri karena tidak berhijab, tetapi tidak komentar pada Mutiara Baswedan yang juga tidak berhijab. Agama dan aksesoris agama hanya bermasalah jika beda pilihan politik.

Sayangnya media mainstream memberikan panggung isu recehan ini yang kemudian ditanggapi oleh kaum kontra. Sehingga seolah-olah penjegalan ini merupakan sebuah kejadian “tidak wajar”atau sebuah skandal besar yang tentu dilahap secara rakus oleh kaum kepala terbalik. Isu ini menjadi sebuah pembenaran kalau kaum kepala terbalik makin marah dan memaki presiden.

Sebagai kaum awam saya sulit meski hanya sekedar membayangkan, bagaimana dua kutub ini bisa kembali merajut kebangsaan. Gap yang terpampang sudah sedemikian lebar. Namun sebagai seorang anak bangsa yang memiliki TUHAN tentu tetap memiliki pengharapan, bahwa akan ada saatnya bangsa ini kembali dapat bersama. Bagi saya, nama Indonesia ini ajaib. Bagaimana tidak, Sumpah Pemuda yang dihadiri oleh pemuda berbagai daerah sepakat memakai nama Indonesia, berbahasa juga Indonesia. Padahal waktu itu lebih banyak pemuda Jawa yang menghadiri. Indonesia juga secara ajaib disatukan dengan Pancasila secara khusus pasal pertama. Dalam penetapan itu sesungguhnya lebih banyak kaum muslim bahkan para ulama yang hadir, namun rela mencoret kata: Menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya, demi terwujudnya ke-Indonesiaan. Selain tentu badai kembalinya NICA dalam perang kemerdekaan, pembrontakan dalam negeri, sampai demo angka cantik yang konon diikuti oleh 3 juta, lalu direvisi 7 juta, dan mungkin akan direvisi lagi menjadi 13 juta demi sebuah angka cantik.

Mungkin pemerintah bisa mengembalikan berbagai upacara peringatan hari Nasional seperti dulu, mendidik generasi muda mengenal perjuangan dan memupuk rasa nasionalisme. Pengibaran wajib bendera merah-putih pada hari-hari tertentu. Mengembalikan baju seragam sekolah tanpa harus melalui pemaksaan, namun menindak tegas pemaksaan aksesoris agama tertentu di sekolah-sekolah negeri. Itu hanya bisa dilakukan jika Pemerintah memiliki kemauan dan keberanian. Hal-hal ini mungkin hanya seremonial, saya percaya banyak hal lain yang bisa dilakukan (sayang tidak terpikir oleh kaum seperti saya), namun hal seremonial ini lama-kelamaan akan membangkitkan nilai-nilai kebangsaan lebih baik lagi. Semoga.

No comments:

Post a Comment