Siapapun kita pecinta bola pasti mengharapkan berprestasinya
kembali Timnas, minimal seperti era 80-an, saat Timnas menembus 4 besar Asian
Games. Bagi sebagian orang itu mungkin mimpi, apalagi dengan kisruhnya
kepengurusan semenjak era Nurdin Halid. Tapi bagi saya lebih baik mimpi dari
pada tidak sama sekali.
Terlepas dari kisruh pengurus, saya berpikir bahwa salah
satu yang menghambat perkembangan prestasi adalah perwasitan di Indonesia. Saya
tidak mau berpolemik masalah mafia wasit dan sebagainya, karena saya tidak
paham ke dalam-dalamnya. Saya mau menyoroti apa yang terlihat saja.
Setelah bermain beberapa saat di Liga Indonesia, Noh
Alamsyah pernah berkata, di Singapura mereka bermain “technically”, berbeda
ketika main di Indonesia yang lebih “Phisically”. Mengapa? Karena kepemimpinan
wasit yang tidak sesuai dengan standar. Pelanggaran-pelanggaran keras menjurus
kasar selalu mewarnai pertandingan-pertandingan di Liga dalam Negeri. Sebab itu
tidak heran jika pemain dengan status “Timnas” kadang lupa dengan peraturan
dalam sepak bola. Ponaryo Astaman, Samsyul Chaerudin, dan teranyar penjaga
gawang Syamsidar harus terusir dari lapangan karena dinilai melakukan
pelanggaran haram oleh peraturan FIFA, sayangnya di Indonesia pelanggaran
seperti itu bahkan kadang tidak menerima tegoran dari wasit.
Kepemimpinan wasit yang cenderung memberikan sikap permisif
terhadap pelanggaran kasar ini membuat pemain di Liga kita tidak bisa
mengeluarkan kemampuan secara maksimal. Sebab rata-rata pemain ketika mencoba
bermain dengan tehnik mumpuni justru mendapat pelanggaran yang tidak
seharusnya. Padahal FIFA sangat melindungi pemain. Dengan slogan Fair Play,
sesungguhnya bukan saja mengaku kalah atau menang, tetapi FIFA berharap setiap
pemain (profesional khususnya) menyadari bahwa mereka sama-sama mencari makan
dari lapangan hijau. Cedera merupakan musuh utama. Sayangnya wasit di Indonesia
kurang bisa menghargai ini. Saya berpikir jika para wasit melakukan tugasnya
dengan menegakkan peraturan yang berlaku, skill pemain kita akan semakin
terasah tanpa harus takut dicederai lawan.
Saran saya, pengelola liga harus berani ambil resiko!
Instruksikan seluruh wasit menjalankan peraturan dengan ketat. Akan terjadi
kontra, karena mungkin dalam beberapa pertandingan akan menghasilkan banyak
kartu. Penting kemudian untuk menjelaskan masalah krusial ini kepada para manager
dalam manager meeting. Para pelatih dan pengelola klub harus didewasakan demi
kepentingan sepak bola. Kalau mereka bisa dewasa, maka para pemain mau-tidak
mau harus menuruti para pengelola klub dan pelatih. Pilih wasit yang
berkompeten dan berani bertindak, agar pelanggaran kasar tidak terjadi lagi.
Hal konyol lain yang disuguhkan layar kaca berkaitan dengan
kinerja wasit adalah saat mengambil kepoutusan off side atau on side. Ketika
wasit terus-menerus salah dalam mengambil keputusan ini, maka sangat terasa
akbatnya.
Untuk pemain belakang, karena keputusan wasit yang tidak
tepat ini, dalam pertandingan internasional mereka bisa kecolongan, karena
biasanya dalam pertandingan nasional off side, tapi dalam pertandingan
internasional on side. Akibat pemain belakang yang mengandalkan keputusan wasit
ini, gawang bisa kebobolan. Lihat, beberapa kali pemain kita mengangkat tangan
memberi tanda offside, tapi tidak bagi wasit. Bagi pemain depan, mereka bisa
kehilangan moment. Kalau keputusan terus seperti ini, maka terobosan yang
mereka lakukan sangat terbatas dan akibatnya kurang improvisasi karena takut
tertangkap offside. Skill menjadi kurang mumpuni.
Sebab itu perlu revolusi dunia perwasitan agar. Siapapun
yang pegang kendali perwasitan tolong diperhatikan. Kalau perlu sementara pakai
wasit dari TNI atau Polri yang memang terasah mentalnya. Poles mereka agar
berani mengambil tindakan tepat. Bagi pengelola klub yang biasa suap wasit,
tolong bertobat deni perbaikan kualitas dan kejayaan sepak bola kita. Mungkin ada
yang mengatakan kalau kesalahan itu manusiawi. Benar! Tapi kesalahan wasit kita
sudah demikian parah, sampai-sampai mereka tidak dihargai oleh insan sepak
bola, bahkan ada yang dipukuli. Tentu kita semua tidak menginginkan itu. Kita
bermimpi memiliki wasit yang dihormati, bahkan suatu saat muncul sebagai
pengadil di Piala Dunia. Jangan terus ditonjolkan kewajarannya saja, poles,
latih wasit-wasit kita.