Lukas 2:11-14
“Hari ini telah lahir bagimu
Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu:
Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam
palungan.” Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah
besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya: ”Kemuliaan bagi Allah di
tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang
berkenan kepada-Nya.”
Natal adalah momen spesial bagi orang Kristen
di seluruh dunia. Bukan saja umat Kristen, namun semua orang mengakui Natal
yang berarti mengakui eksistensi kekristenan. Namun demikian mulai abad
pertengahan sampai saat ini, ada sementara gereja yang tidak mau merayakan
Natal. Ada beberapa alasan seperti: Alkitab tidak pernah menyuruh kita
merayakan Natal, Natal adalah kristenisasi dari penyembahan Sol Invicti atau
kelahiran dewa Matahari yang perkasa. Ada juga perdebatan, benarkah Yesus lahir
di bulan Desember?
Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi masalah
bagi sebagian besar orang Kristen, terutama kita aliran Pentakosta-Kharismatik.
Ketika para polemik menyajikan argument yang masuk akal, maka senjata terakhir
orang seperti ini adalah: Tidak penting Yesus lahir hari dan bulan berapa, yang
penting Yesus lahir di hati.
Saya akan mengajak Sidang Jemaat untuk
melihat hal ini lebih dalam agar Jemaat memiliki pemahaman yang benar bahwa
Natal bulan Desember memang hari kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus. Ada tiga
pertanyaan yang akan kita bahas.
Pertanyaan pertama: Benarkah Yesus lahir
bulan Desember? Karena ada ajaran yang mengatakan bahwa Yesus lahir bulan
September atau Maret. Sebenarnya ini
sangat mudah melacaknya.
Yang pertama berdasar ayat Alkitab (Luk
1:26-38). Ros-hasanah atau tahun baru kalender Ibrani biasanya jatuh pada akhir
bulan September atau awal bulan Oktober kalender Masehi (Tahun ini Ros Hasanah
diperingati bulan September). Jadi frasa bulan keenam dalam ayat 26 harus kita hitung
berdasar kalender Ibrani. Saat Gabriel
mendatangi Maria, jaman itu memakai kalender Yahudi bukan Masehi. Sebab kalender
Masehi justru didasarkan kepada kelahiran Yesus. Maka bulan keenam dihitung
dari September (ini untuk memudahkan perhitungan) yang akan jatuh pada bulan
Maret kalender Masehi. Kehamilan normal seorang wanita adalah 9 bulan lebih.
Maka kalau kita hitung 9 bulan setelah bulan Maret jatuh pada bulan Desember.
Jadi ini sangat mudah dipahami sesuai catatan Alkitab yang tadi kita baca.
Yang ke dua Fakta Sejarah yang tidak bisa
dibantah. Bait Allah memiliki catatan sangat lengkap tentang pelayanan dan
pelayan yang melayani tiap upacara. Contohnya: Imam besar yang mempersembahkan
korban tahun ini dari bani Gerson/Kehat/Merari keturunan ke berapa. Sehingga
mudah dilacak. Menurut catatan, Zakaria (golongan Abia keturunan Harun)
mempersembahkan korban pada bulan Tisri. Ini tepat dengan catatan Alkitab juga
(Ayat 36)
Mengapa ada cerita dari rekan-rekan Muslim
bahwa Yesus lahir sekitar bulan September dibawah pohoh kurma? Catatan Al-quran
atas kelahiran Yesus sebenarnya terinspirasi dari cerita yang beredar dari pengungsian
keluarga kudus ke Mesir. Yesus usianya kira-kira sudah 2 tahun. Jadi wajar
kalau sudah bisa ngomong (Mat 2:16). Cerita ini beredar di timur tengah dan
tercatat di Injil masa kecil Kristus (contohnya Injil Thomas), termasuk cerita
pohon kurma yang membungkuk diperintah Yesus yang sudah bisa ngomong secara
natural – karena usia sekitar 2 tahun –
Selanjutnya, bagaimana mungkin para gembala
menggembalakan ternak di luar, sementara musim dingin?? Kita bisa melihat cuaca
di Israel selama bulan Desember dari Google. Karena mereka mengacu pada Gereja
Barat yang pada bulan Desember memang turun salju, maka tidak mungkin para
gembala berada di padang. Lagipula dalam musim salju tidak mungkin ada rumput
yang terlihat. Sementara di Israel tidak selalu turun salju, seandainya ada
biasanya bulan 2 atau akhir bulan 1. Sehingga cuaca itu cukup sejuk antara 13
derajat - 17 derajat. Juga jangan dibayangkan mereka menjaga kawanan domba
seperti di Indonesia yang bisa pulang ke kandang di rumah sewaktu-waktu. Para
penggembala ini hidupnya nomaden. Kalau malam mereka mengandangkan dombanya di
goa-goa yang bisa memuat 50-70 ekor domba. Goa ini sekaligus tempat istirahat
mereka yang memberikan perlindungan dari dinginnya malam di sana. Juga jangan
heran jika mereka ketakutan ketika malaikat datang menghampiri mereka. Ketika
malaikat masih di luar goa, maka cahaya terangnya masuk ke dalam goa. Jaman
itu, jika ada cahaya begitu, maka kemungkinan adalah cahaya lampu para rampok.
Jika kita melihat film-film kung fu kehidupan kuno, maka akan mudah memahami
bagaimana kelompok penjahat memiliki kekuatan besar dengan bergerombol yang
membuat mereka tidak bisa dibasmi kecuali oleh tentara kerajaan. Dalam pikiran
para gembala, cahaya malaikat ini dipikir cahaya lampu perampok maka mereka
sangat ketakutan. Berbeda ketika mereka melihat langsung malaikat. Mereka
bersukacita dan percaya betul apa yang dikatakan malaikat, karena mereka tahu
yang ngomong adalah malaikat.
Clue yang diberikan malaikat yakni kandang
domba dan kain lampin, juga menjadi perkataan jelas yang tidak perlu ditanya
lagi. Mereka adalah gembala, ngerti betul apa itu kain lampin di kandang domba.
Kain lampin itu bedong untuk bayi. Tidak ada anak domba yang sampai di bedong
kalau bukan sesuatu yang istimewa. Di Betlehem, ada satu kandang domba yang
dikhususkan untuk bayi-bayi domba yang akan dijadikan korban di Bait Allah.
Maka bayi-bayi domba ini diperlakukan secara istimewa karena tidak boleh ada
cacat sedikitpun, salah satunya begitu lahir, bayi-bayi domba ini dibungkus
dengan kain lampin. Nama kandang itu adalah Migdal Eder. Itu satu-satunya
kandang di sana. Maka para gembala tidak perlu bertanya alamat kepada orang
lain, tetapi langsung menuju ke Migdal Eder. Kandang ini juga sangat dijaga
kebersihannya, tidak kumuh juga tidak bau, sehingga Yusuf mau menginap di sana.
Lagi pula, domba-domba yang
dimaksud dalam Luk. 2:1 bukanlah domba-domba biasa, tetapi sejajar dengan
informasi Mishnah, Shekalim 7:4 בְּהֵמָה שֶׁנִּמְצְאוּ מִירוּשָׁלַיִם וְעַד מִגְדַּל
עֵדֶר “behemah shenimetseu mirusalaim we 'ad Migdal Eder” (binatang-binatang
yang ditemukan di sebuah tempat dari Yerusalem sampai Migdal Eder). Inilah
domba-domba kurban di Bait Suci, yang dijaga oleh gembala-gembala khusus di
tempat tertutup yang dikelilingi benteng, sehingga domba-domba itu bisa
merumput, pada saat musim panas maupun musim hujan” (Talmud, Bezah 40a, dan
Tsepta Bezah 4:6). sejarawan kuno Eusebius dari Caesaria (265-340), ketika
mengunjugi Betlehem pada zamannya, mencatat: “Migdal Eder yang terletak seribu
kaki dari Yerusalem adalah tempat para gembala menerima kabar kelahiran
Kristus”. Dan ini bukan “tafsiran subyektif Kristen”, para rabbi Yahudi pun
mengakuinya. Targum Yonathan menerjemahkan frasa וְאַתָּ֣ה מִגְדַּל־עֵ֗דֶר “We
attah Migdal ‘Eder” (Hai engkau Menara Kawanan Domba) dalam Mikha 4:8 ואַת מְשִׁיחָא
דְיִשׁרָאֵל “W’at Meshîhâ deYishra’el” (Hai Mesias Israel). Targum
Pseudo-Yonathan menyebut Miqdal ‘Eder dalam Kej. 35:21, tempat Yakub memasang
kemahnya, sebagai tempat Raja Mesiah akan menyatakan diri-Nya pada hari-hari
akhir.
Jadi jelas. Para gembala saat itu sedang ada
di padang saat menerima berita Natal dari para Malaikat tanpa terganggu salju
karena belum memasuki musim dingin.
Pertanyaan selanjutnya; benarkah NATAL
merupakan adopsi dari perayaan kalahiran Dewa Matahari atau DIES NATALIS SOL
INVICTI? Teori ini mulai ramai di kalangan gereja setelah dicetuskan seorang theolog
liberal berkebangsaan Jerman; Paul Ernst Jablonsky tahun 1743. Sebelumnya
ajaran ini pernah dikemukakan tahun 1687. Namun setelah Jablonsky menyuarakan,
ajaran ini diyakini oleh banyak orang termasuk para polemic dan gereja-gereja
serta mulai menyebar ke seluruh dunia. Tapi benarkah demikian? Kita akan
telusuri kebenarannya.
Memang Natal secara luas mulai diperingati
setelah Kaisar Konstantin menjadikan Kristen sebagai agama resmi Negara
sekaligus mengakhiri penyembahan Pagan termasuk perayaan Dies Natalis Sol
Invicti atau Kelahiran Dewa Matahari Yang Tak Terkalahkan tahun 313 M. Sejak
saat itu, Natal dirayakan secara luas oleh gereja yang meyakini tanggal 25
Desember, seolah-olah mengganti perayaan pagan sebelumnya. Perayaan Sol Invicti
sendiri dicetuskan oleh kaisar Aurelius pada tahun 274. Para pemercaya yang
menggap bahwa Natal adalah pengganti sol Invicti ini lupa bahwa Yesus lahir di
Bethlehem bukan di Eropa. Secara khusus di Italia, pada tanggal 21 Desember
matahari tidak muncul karena sedang berada di titik terendah. Maka mereka
menganggap bahwa matahari sedang mati. Tanggal 23 Desember, matahari mulai
muncul kembali dan dianggap sebagai kelahiran matahari. Jadi perayaan Dies
Natalis Sol Invicti dirayakan antara tanggal 20-23 Desember. Secara kalender
juga berbeda karena Natal dirayakan tanggal 25 Desember. Hanya karena
berdekatan dan Kaisar Konstantin melarang, seolah-olah ini perayaan pengganti.
Padahal, Gereja sudah merayakan Natal tanggal 25 Desember jauh sebelum kaisar
Aurellius memaklumatkan perayaan Sol Invicti. Mari kita lihat catatan awal mula
gereja mulai merayakan Natal.
Misa Natal pertama kali dicatat saat
Telesphorus menjabat sebagai Uskup tahun 125-137. Pada tahun 125, Telesphorus
memaklumatkan merayakan Natal dengan Misa malam Natal tanggal 24 Desember. Jangan
lupa bahwa pergantian Kalender Yahudi berbeda dengan kalender Masehi. Kita
menghitung pergantian tanggal pada pkl. 00.00 sementara orang Yahudi pergantian
dihitung dari pukul 18.00. Jadi Misa 24 malam kalender Masehi sesungguhnya
sudah masuk 25 kalender Yahudi. Itu berarti 90 tahun setelah penyaliban Yesus.
Jarak 90 tahun bukanlah waktu yang terlalu panjang, dan sangat mungkin
keturunan pertama pelaku sejarah saksi mata pelayanan Yesus masih hidup. Kita
ingat anak kecil yang membawa 5 roti dan 2 ikan dalam sebuah KKR besar yang
dihadiri 5 ribu laki-laki? Mungkin umurnya kisaran 10 tahun. Maka anak dari
laki-laki tersebut sangat mungkin masih hidup dan langsung dengar dari cerita
ayahnya.Bandingkan dengan tahun 274 ketika Aurellius memerintah, apalagi
Jablonsky yang hidup 14 abad kemudian. Contohnya; peristiwa proklamasi
dipastikan melibatkan Aidit sebagai penculik Soekarno ke Rengas Dengklok. Kita
percaya betul karena peristiwanya belum 80 tahun. Selain Pak Guntur Soekarno
Putra yang jadi saksi mata, anak-anak para pemuda yang menculik atau anak/cucu Soekarno
bisa bercerita dengan gamblang. Masa kita akan percaya pada orang yang
menyangkal keterlibatan para pemuda termasuk Aidit menculik Soekarno 1400 tahun
nanti.
Catatan berikutnya adalah Theophilus dari Kaisarea
pada tahun 160 M mulai merayakan Natal tanggal 25 Desember.
Uskup Demetrius 1 dari Aleksandria merayakan
Natal 25 Desember tahun 189 M
Pada
abad kedua,
St.
Hippolytus (170-240) menulis: “Kedatangan pertama Tuhan kita di dalam daging
terjadi ketika Ia dilahirkan di Betlehem, di tanggal 25 Desember, pada hari
Rabu, ketika Kaisar Agustus memimpin di tahun ke-42. Ia [Kristus] menderita di
umur 33 tahun, tanggal 25 Maret, hari Jumat, di tahun ke-18 Kaisar Tiberius,
ketika Rufus dan Roubellion menjadi konsul. (St. Hippolytus of Rome, Commentary
on Daniel).
Tidak
ada alasan sebenarnya untuk mempercayai Jablonsky. Baik itu sejarah Natal yang
sudah ada sebelum Sol Invicti, namun juga tanggal perayaan tidak tepat. Hanya
kebetulan bulannya Desember dan tanggalnya berdekatan.
Saya
berharap Jemaat tidak lagi berpolemik tentang perayaan Natal. Lewat tulisan ini
saya berharap kita semua meyakini bahwa Natal tanggal 25 Desember adalah
anugerah TUHAN semata untuk manusia dan itu sungguh-sungguh dapat
dipertanggungjawabkan. Tuhan Yesus memberkati.
No comments:
Post a Comment