KERAJAAN ALLAH
(Bagian III Chara)
(Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan
dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh
Kudus. Roma 14:17)
Kerajaan Allah
bukanlah soal makan dan minum, bukan perkara fisik. Sebab apa yang bisa kita
lihat akan binasa dan tidak kekal. Paulus menekankan bahwa Kerajaan Allah yang
bersumber dari Allah sendiri memiliki:
Pertama KEBENARAN (DIKAIOSUNE)
Kedua DAMAI SEJAHTERA (SHALOM/EIRENE)
Nilai yang ke tiga dari Kerajaan Allah yang ditawarkan Yesus adalah SUKACITA. Kata ini berasal dari bahasa
Yunani Chara. Yang menarik, kata CHARA
berasal dari kata CHARIS yang
berarti anugerah/rahmat. Menarik karena sukacita tidak bisa dilepaskan dari
anugerah, sebab itu ayat di atas Paulus memberi tambahan sukacita dengan “oleh
Roh Kudus”.
Jika Anda sedang duduk di depan computer mengerjakan pekerjaan yang
tidak juga selesai karena sulit. Tiba-tiba teman Anda datang menawarkan
secangkir kopi dan membantu mengerjakan tugas itu serta menyelesaikannya. Atau
saat hujan Anda hendak pulang kantor lalu kebetulan teman satu komplek lewat
dan menawarkan tumpangan di mobilnya.
Sebaliknya, bayangkan juga seandainya pekerjaan Anda belum juga
selesai, teman-teman tidak peduli sementara deadline semakin mendekat. Atau bagaimana
perasaan Anda saat ditinggal oleh ibu yang sangat mengasihi dan Anda kasihi.
Dua situasi yang bisa saja diresponi secara berbeda. Ada orang yang
memiliki respon berlawanan, namun tidak sedikit yang mampu meresponi sama,
yakni: “Allah turut bekerja dalam segala
perkara, untuk mendatangkan kebaikan….” Mengucap syukurlah dalam segala hal ……..”
Sukacita yang sesungguhnya adalah kondisi yang tidak dapat dipengaruhi
oleh situasi atau tekanan dari luar. Justru dalam kondisi sulit, sukacita yang
bersumber dari anugerah Allah akan terlihat semakin baik. Jemaat Tesalonika
sedang mengalami tekanan besar akibat penganiayaan, namun situasi ini tidak
menghambat sukacita besar (I Tes 1:6).
Sukacita oleh Roh Kudus seharusnya bukan sekedar mood atau emosi
sesaat, tetapi sebuah pemahaman bahwa semua yang terjadi berada dalam kontrol Allah.
Pemahaman seperti ini memampukan kita memahami: “Bapa tidak pernah memberikan
batu kepada anak-Nya yang meminta roti, atau ular bagi yang butuh ikan”. Jika kita
sampai pada nilai ini, maka kita tidak hanya melihat sebuah puzzle kehidupan,
namun mampu melihat letak sebuah puzzle dan menempatkannya dengan benar. Tidak
melihat secara parsial, namun secara utuh sebuah rancangan Tuhan. Dalam hal
inilah Yusuf bisa berkata: “Memang kamu mereka-rekakan yang jahat, tetapi Allah
mereka-rekakan yang baik …… (Kej 50:20)”.
Karena sumber sukacita adalah ALLAH, maka kembali dalam perumpamaan
pokok anggur yang benar (Yoh 15), ranting tidak bisa menunjukkan dan menemukan
sukacita tanpa menempel (tinggal) pada Pokoknya.
Jangan pernah meninggalkan Sang Pokok, sehingga sukacita Kerajaan Allah
terus kita nikmati: dalam situasi apapun! Selamat berjuang. Bersama Tuhan kita
bisa!
No comments:
Post a Comment